Sekarang ini masyarakat memang lebih memilih ojek online dibandingkan dengan ojek konvensional untuk transportasi. Selain lebih mudah, customer juga merasa lebih aman karena identitas drivernya bisa dilihat dari aplikasi.
Meskipun begitu, tapi kita jangan sampai melupakan ojek konvensional yang sudah ada jauh sebelum hadirnya ojek online.
Bukan bermaksud menolak teknologi, tapi beberapa dari mereka tidak bisa gabung dengan ojek online karena satu dan lain hal.
Mulai dari usia serta beberapa syarat lainnya yang tidak dimiliki oleh setiap orang. Salah satunya seperti yang terjadi pada kakek tuua ini.
Usianya yang sudah menginjak 63 tahun, dan ia masih tetap setia pada pekerjaannya sebagai tukang ojek konvensional.
Bukan gak mau gabung dengan ojek online, tapi berdasarkan pengakuannya ia sudah terlalu tua untuk jadi driver ojek online.
Hal itupun membuatnya harus keliling ke tempat-tempat ramai demi mendapat penumpang. Gak jarang meski sudah keliling ia tak kunjung dapat penumpang.
Kisahnya ini sendiri dibagikan oleh salah seorang pemilik akun Instagram bernama @scorpioritta.
“I don’t normally post a picture like this on Instagram, but the story behind this photo is too precious not to be shared. So here it goes.
.
Tadi malam, GO-JEK yg kupesan tak kunjung datang. Kutelepon selalu gagal. Terpaksa kutekan opsi “Cancel” pada aplikasi.
.
Selagi berdiri di tempat byk GO-JEK menunggu, seseorang menegurku, “Mba mau ke mana? Sama saya aja, Mba. Saya bukan GO-JEK, saya anter ke mana aja, Mba,” sosok renta dgn motor tua itu menyapaku ramah.
.
Kugelengkan kepala krn aku butuh beberapa saat untuk yakinkan diri bahwa situasi aman—iya, di Jakarta kdg perlu insecure untuk secure!
.
Setelah kurasa aman, kuhampiri beliau dan minta antar ke rumah. Di atas motor tuanya sembari lintasi area Menteng hingga Rawamangun, kami ngobrol, aku mulai kepo.
.
“Bapak siapa namanya?”
“Hartono, Mba.”
“Salam kenal, Pak Hartono. Saya Tiara. Kenapa gak gabung GO-JEK, Pak?”
“Umur saya 63 tahun, Mba. Sudah ndak diterima. Lagi pula motor saya motor tua.
.
Dheg. 63 tahun. Persis usia Bapakku kala beliau meninggal dulu.
.
“Oh, tinggal di mana, Pak?”
“Cengkareng, Mba.”
“CENG-KA-RENG? Jauh amat ke sini, Paaakk!”
“Iya, Mba. Soalnya daerah sana sepi penumpang. Jadi saya keliling aja cari yg rame.”
“Kalo narik jam berapa, Pak?”
“Jam 6.”
“Pulang jam?”
“12 malam. Sdh selama itu cari penumpang ya kadang ndak dapet sama sekali, Mba.”
.
Sampai sini aku tercekat krn kedua mata terasa panas, lelehan air mulai mengambang di kelopak.
.
Hari itu byk berkah yg kudapat. Kerjaan lancar. Makan enak gratis dari klien. Bisa belanja skincare. Jajan frozen yogurt. Bahkan sempat pijat sebelum pulang.
.
Sementara Pak Hartono, di usia senjanya msh hrs bertaruh nyawa menembus Jakarta bermodal motor Honda Astrea 1997, jaket tipis dan sandal jepit, demi uang yg ga seberapa guna hidupi satu istri dan tiga anak yg msh SMP dan SMA. 😭
.
Last night, Allah was talking to me about gratitude. “If you are grateful, I will give you more.” (Qur’an 14:7)
.
P.S.: Teman2 di Jakarta yg butuh ojek/kurir, sesekali berbagi rezeki ke Pak Hartono, yuk. Nomor beliau: 085103816912. Memang lebih ribet ketimbang pesan ojek online yg praktis, tapi aku janji tiada balasan kebaikan dr kebaikan itu sendiri. ☄ @dramaojol.id”