Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral dalam kehidupan. Dalam hal ini, momen akad nikah lah yang paling dinanti setiap pasangan. Karena setelah mengucap ijab qabul maka kedua insan sah menjadi suami istri.
Tapi coba bayangkan, bagaimana jika acara akad nikah yang sakral dan penuh haru itu tidak berjalan sesuai dengan rencana.
Ini bukan merupakan kisah cinta yang putus di tengah jalan, akan tetapi dua minggu lagi akan menikah tapi malah batal.
Ceritanya berawal saat sang pengantin pria sudah siap di depan penghulu untuk mengucapkan akad nikah, sang mempelai wanita yang berada di belakangnya pun tersenyum kepada keluarga dan teman-teman.
Akan tetapi tiba-tiba saja acara akad nikah itu tidak bisa dilanjutkan karena album yang berisi uang hantarannya kosong.
Siapa sih yang nggak sedih, apalagi jumlah uang hantaran dalam albumnya itu bukan jumlah yang sedikit.
Itulah pengalaman yang dibagikan oleh Khairul Hakimin Muhammad saat menjadi fotografer sebuah pernikahan di negeri jiran Malaysia.
Kisah ini mungkin bisa jadi pelajaran bagi para calon pengantin di luar sana. Kalau sudah kaitannya dengan uang, siapapun bisa lupa diri, termasuk juga saudara sendiri.
Ibu sang pengantin pria menelepon Khairul beberapa hari sebelum acara akad nikah digelar. Karena pernah jadi juru foto di pesta perkawinan, Kghairul pun mengambil tawaran itu.
Sesampainya di masjid, kedua pengantin pun diminta untuk mengambil air wudhu dan melakukan sholat 2 rakaat. Hantaran dan seserahan pun diatur rapi berderet, sebaris dengan hantaran pihak pengantin wanita.
Setelah semua yang berkepentingan sudah datang, acara pun akhirnya dimulai. Pak Penghulu duduk bersila di depan meja kecil.
Sementara itu pengantin wanita diminta untuk duduk agak di belakang pengantin pria. Acara inti baru saja hendak dimulai, dan mala petaka pun dimulai.
Entah apa yang ada dalam benak Pak Penghulu sampai akhirnya beliau harus tanya, ” Boleh saya lihat uang hantaran?”
Pengiring pun menyodorkan album mirip sebuah buku yang biasanya digunakan untuk menaruh uang hantaran dengan bentuk beraneka rupa.
Album itu pun diterima Pak Penghulu, dan dibuka halaman per halaman dengan penuh khidmat serta hati-hati.
Pak Penghulu pun tampak mengernyitkan dahinya dan memandang pengantin pria sebelum berbisik kepadanya.
Suasana yang tadinya tenang pun tiba-tiba saja dipenuhi orang-orang saling berbisik. Pengantin pria bangun dan menuju ibunya.
Ibunya memegang dada, kemudian bangun mau melihat sendiri album tersebut. Ternyata album itu memang kosong.
Pak Penghulu bertanya kepada pengantin pria, yang dijawab, “Seharusnya ada, uang itu kami titipkan di sepupu kami. Dia mengirim album itu pagi ini. Kami tidak sempat membukanya. Dia bilang mau ke klinik, alasan sakit. Tapi kami tidak bisa menghubunginya setelah itu.”
Penghulu itu pun kemudian bertanya kepada sang mempelai wanita, “Apakah akan diteruskan atau bagaimana?”
Pengantin wanita itu pun pun menjawab, “Boleh beri kami waktu satu jam? Kalau tidak kita tunda acara ini.”
Mendengar jawaban calon menantunya yang seperti itu, ibu sang pengantin pria langsung pingsan. Pengantin wanita pun menangis tersedu-sedu.
Sementara para tamu hanya diam mematung melihat pemandangan yang menegangkan itu. Suasana pun jadi tidak kondusif. Pengantin pria mondar-mandir. Sebab, uang hantaran RM12 ribu atau sekitar Rp42 juta itu hilang begitu saja.
Setelah satu jam, pengantin wanita beserta keluarganya berdiri dan meninggalkan masjid. Sang ayah bersikeras tidak mau menikahkan anaknya jika uang hantaran itu tidak diberikan sebelum pernikahan.
Semua orang di masjid itu pun kemudian kembali duduk. Saling pandang. Sedangkan pengantin pria duduk sambil menyandarkan badannya ke dinding masjid.
Setelah itu, sang pengantin pria pun menangis sejadi-jadinya. Sementara, ayahnya berusaha menenangkan anaknya itu sambil menepuk-nepuk punggungnya.