Beberapa waktu lalu publik sempat dihebohkan dengan drama hoax kasus dugaan penganiayaan yang dialami oleh Ratna Sarumpaet.
Dikutip dari Tempo, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan unsur keonaran dalam kasus berita bohong Ratna Sarumpaet terpenuhi.
Dalam vonis sidang, Kamis (11/7/2019), Krisnugroho sebagai hakim anggota menuturkan bahwa hal tersebut terbukti dengan adanya pro kontra hingga aksi demonstrasi akibat berita bohong yang dikarang olehnya.
Krisnugroho juga mengatakan keonaran tersebut baru berupa benih-benih yang bisa menjadi keonaran lebih besar jika terus dibiarkan.
Benih keonaran pada pro kontra yang terjadi khususnya di sosial media yang saat itu viral dengan drama kebohongan Ratna. Hal ini juga menimbulkan polarisasi masyarakat karena terjadi pada masa Pilpres 2019.
Salah satu benih keonaran yang terjadi adalah adanya demontrasi sejumlah mahasiswa di Polda Metro Jaya yang menuntut keadilan. Hakim berpendapat bahwa unjuk rasa ini bisa memicu kerusuhan jika tidak ditindak oleh kepolisian.
Kemudian hakim mempertimbangkan bahwa setuju dengan pendapat jaksa penuntut umum bahwa cerita bohong Ratna Sarumpaet terpenuhi.
Pengacara Ratna Sarumpaet menyatakan bahwa keonaran yang terjadi harus membutuhkan kekuatan aparat hukum untuk menghentikannya. Namun, Krisnugroho mengatakan hakim tidak sependapat dengan pernyataannya itu.
Kemudian, hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada Ratna Sarumpaet. Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum dengan 6 tahun penjara.
Majelis Hakim meyakini RS melanggar pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang mengedarkan bohong dan sengara menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.
BACA JUGA: Sadis! Puluhan orang tewas termasuk ibu hamil dalam pembantaian etnis di Papua Nugini
Hakim menyatakan Ratna terbukti menyiarkan berita bohong terkait cerita karangan tentang pengeroyokan yang menyebabkan lebam di wajahnya.